"Faktanya adalah kami memasok pemain untuk seluruh dunia dan sepakbola adalah bisnis," jelas Orandi Mura atau Nino di sebuah sore yang panas sembilan bulan lalu ketika kami mengobrol tentang bertebarannya pemain Brasil di seluruh dunia.
"Brasil tidak akan pernah kehabisan bakat," tambahnya yakin. "Semua orang Brasil bermimpi menjadi pemain bola. Bisnis ini menguntungkan. Semua klub di Brasil ingin mendapat keuntungan dengan menjual pemain mereka ke klub kaya Eropa."
Nino adalah salah seorang pejabat pemasaran di klub sepakbola Sao Paulo, salah satu klub paling sukses di Amerika Latin. "Salah satu tanggung jawab saya adalah juga memasarkan pemain walau tidak terlibat dalam transfernya secara langsung," akunya sambil tersenyum.
Obrolan kami berlangsung sambil berjalan di lorong-lorong di bawah tribun stadion Cicero Pompeu de Toledo. Stadion yang lebih terkenal dengan nama Morumbi karena terletak di daerah Morumbi, salah satu bagian kota yang makmur di Sao Paulo, tempat sebagian orang kaya Sao Paulo dan para diplomat bermukim. Ketika obrolan terjadi tentu saja kami belum sadar bahwa dunia sedang akan menuju resesi. Karenanya bisa dimenegerti optimisme Nino bahwa dunia akan terus menyerap bakat-bakat sepakbola Brasil masih sangat kuat. Bahwa bisnis akan terus berputar dan keuntungan akan bisa dipanen.
Jumlah pemain sepakbola Brasil yang mencari makan di luar negeri memang luar biasa. Beberapa sumber menyebut hingga lima ribuan. Dari nama-nama besar bermain di kompetisi kelas satu hingga nama-nama yang tak dikenal sama sekali bermain di kompetisi kelas kampung. Saya tidak tahu berapa yang bermain di Indonesia, tapi konon cukup banyak. Banyak di antara pemain yang merantau itu kemudian mengadopsi kewarganegaraan tempat mereka bermain karena keinginan mereka untuk bermain di tim nasional Brasil bisa dikatakan tertutup. Atau kehidupan mereka di negara tujuan lebih baik ketimbang di Basil.
Di Eropa, negara-negara seperti Portugal, Jerman, Turki, dan Kroasia -- untuk menyebut beberapa -- memiliki pemain Brasil yang telah dinaturalisasi. Beberapa negara Asia dan Afrika juga tak ketinggalan melakukannya. Bagi Sao Paulo pemasukan dari jual beli pemain sangat membantu kehidupan klub itu. Nino enggan menjelaskan rinciannya. Tetapi ia memberi contoh, menjual satu pemain ke klub Eropa kaya akan bisa menghidupi kehidupan akademi sepakbola Sao Paulo yang berisi 200-an pemain dari yang berumur 10 hingga 18 tahun setidaknya satu tahun. Bahkan beberapa tahun kalau seperti saat Denilson pindah ke Real Betis sekian tahun silam sebagai pemain termahal dunia dengan nilai transfer sekitar 22 juta poundsterling.
"Tentu kami tidak bisa setiap saat menjual pemain bagus ke klub kaya di Eropa sana," jelas Nino. "Tetapi kami bisa menjual pemain lulusan akademi kami ke mana saja, termasuk ke negara Anda. Kalaupun tidak dengan harga mahal setidaknya uang pendidikannya tertutupi."
Sesuai dengan masa transfer di Eropa, menjelang pertengahan tahun biasanya adalah masa-masa sibuk buat Sao Paulo. Seandainya tidak ada klub Eropa yang tertarik dengan pemain mereka, barulah kebelahan dunia lain pemain ditawarkan. Proses yang sama terjadi pada bulan Januari seperti sekarang ini, saat jendela transfer pemain dibuka. "Saya tak yakin bisa menemui kalau Anda datang pada bulan-bulan itu," katanya untuk menggambarkan kesibukan yang dia hadapi.
Bulan Januari ini di salah satu televisi olahraga Inggris secara konstan ditayangkan berita transfer dengan segala gosip yang beredar. Lengkap dengan catatan hari, jam, detik tersisa sebelum jendela transfer ditutup. Berbeda dengan tahun lalu, kali ini pergerakan tidak terlalu banyak. Mungkin kurang dari separuh dari apa yang terjadi tahun lalu. Gosip juga lebih banyak berkisar diantara pemain yang sudah ada di Eropa. Krisis keuangan dunia benar-benar terasa dampaknya untuk industri sepakbola.
Angan-angan saya pun melayang jauh kembali ke Brasil, ke Sao Paulo, ke Morumbi, ke Nino. Adakah ia sesibuk tahun-tahun sebelumnya? Adakah Sao Paulo akan bisa menjual pemain-pemain berbakatnya? Adakah krisis keuangan menghantam ekspor pemain Brasil ke luar negeri? Dalam bayangan saya, ada temaram di Morumbi. Menekuni angka ekspor yang turun untuk tahun ini. Bisnis kelihatannya tidak secerah tahun-tahun sebelumnya.
Sabtu, April 25, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tambahkan Komentarnya Disini Aja ....