Krisis keuangan dunia jelas mempengaruhi roda kehidupan klub-klub Liga Primer Inggris. Mereka tak bisa lagi menghamburkan uang lebih banyak dari liga manapun di dunia. Tetapi bukan berarti mereka kemudian akan ambruk. Dalam ramalan pakar ekonomi di negeri ini, klub-klub Premiership akan bisa mengarungi krisis selama setidaknya dua tahun ke depan.
Ramalan ini didasarkan pada beberapa faktor. Pertama tentu saja kontrak tayang televisi senilai 2,7 miliar poundsterling atau sekitar Rp 44 triliun hingga musim kompetisi 2009/2010. Berbeda dengan industri lain yang harus mengarungi masa susah untuk sekadar mempertahankan pemasukan, industri bola Inggris sudah terjamin pemasukannya sampai dua tahun ke depan. Dan lagi, di tengah protes akan harga tiket yang tinggi, gaji pemain yang tak masuk akal, dan kejenuhan eksploitasi komersial sepakbola, tetap saja olahraga ini terus berkembang di seluruh dunia dan penggemar sangat patuh mengikutinya. Artinya uang tetap juga terus masuk dari sisi ini. Dengan kondisi ini bukan berarti penyelenggara liga utama ataupun klub-klub liga utama Inggris lalu tenang tentram. Mereka tahu bahwa krisis keuangan hanyalah satu langkah jauhnya dari resesi. Dan kalau resesi sampai terjadi, beberapa kalangan di Inggris mengatakan sudah terjadi, maka tak ada tempat bersembunyi lagi.
Logika sederhananya, resesi ekonomi membuat pabrik dan perusahaan -- apapun bidangnya -- akan kekurangan modal untuk memutar industrinya. Akibatnya, volume produk harus dikurangi. Dan karena volume produk dikurangi maka jumlah pegawai pun ikut dikurangi. Ketika PHK dalam jumlah besar terjadi akibatnya daya beli masyarakat secara umum menurun. Pengencangan ikat pinggang dilakukan dengan membeli hanya kebutuhan pokok Lalu produk-produk non-pokok seperti segala hal yang menyangkut sepakbola dihilangkan dari menu konsumsi. Celakanya kalau resesi terjadi, pemulihannya berkaca pada sejarah, tidak akan memakan waktu yang pendek. Masa prihatin akan lebih lama lagi dan akan banyak klub sepakbola kelimpungan. Yang lebih celaka lagi khusus untuk liga utama Inggris, mereka ini sudah menghipotekkan pemasukan dari hak tayang televisi untuk meminjam uang guna membeli pemain maupun membiayai pembangunan ataupun pembesaran stadion. Sebetulnya kalau krisis keuangan tidak berlanjut pada resesi, maka hal ini tidak akan menjadi masalah, karena pemasukan dari penjualan merchandise, tiket stadion, sponsor kaos dan stadion dalam jangka panjang akan menutupi.
Klub-klub kecil daya tahannya lebih pendek karena jumlah pengikutnya juga lebih sedikit, dan kompetisi yang mereka ikuti juga lebih sedikit dan kalah bergengsi. Pemasukan dari sisi hak tayang televisi juga lebih sedikit. Namun klub-klub besar juga berdebar-debar. Katakanlah mereka yang ikut berkompetisi di tingkat Eropa. Pemasukan mereka lebih besar dengan tambahan hak tayang Liga Champions dan Piala UEFA. Tetapi biasanya utang mereka juga lebih besar.
Empat besar liga Inggris terus mengikuti perkembangan dengan khawatir. Klub seperti Chelsea bisa dikatakan beruntung karena pemiliknya Roman Abramovich memberi pinjaman lunak kepada Chelsea dari kantongnya sendiri. Nanti kalau Chelsea sudah mendatangkan untung maka akan dengan sendirinya mencicil utang itu kepada Abramovich. Problem kata orang hanya akan muncul kalau Abramovich mengalami kesulitan politik yang berimbas pada orang mempertanyakan keabsahan asal uangnya.
Manchester United dulunya adalah klub tanpa utang. Tetapi keluarga Glazer ketika membeli MU mereka meminjam uang ke Bank dan lalu membebankan utang pembelian itu keklub yang mereka beli. Cerdik, walau tentu ada yang mengatakan licik. Beruntung bahwa penggemar klub ini berjibun sehingga kekuatan keuangan mereka tergolong kuat, hingga saat ini. Kalau resesi menghantam mereka akan benar-benar mengalami kesulitan.
Pemilik Liverpool melakukan trik serupa dengan Glazer. Hanya saja dalam jumlah yang lebih kecil.
Arsenal terbebani utang pembangunan stadion. Kalau mereka tetap juga tak segera mendulang prestasi juara, pasar penggemar mereka akan sulit membesar dan itu akan menjadi problem tersendiri di masa resesi.
Sabtu, April 25, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tambahkan Komentarnya Disini Aja ....